IndoBanner Exchanges

Sunday, March 18, 2007

KETUA MAHKAMAH AGUNG 
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 2 TAHUN 2003

Tentang 

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA 
Menimbang :
a.Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan; 
b.Bahwa mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c.Bahwa institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
d.Bahwa Surat Edaran No.1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 30 HIR/154 belum lengkap, sehingga perlu disempurnakan;
e.Bahwa hukum acara yang berlaku , baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama. 
f.Bahwa sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung. 

Mengingat :
1.Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945
2.Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsbled 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227; 
3.Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 1970 tentang Ketentuan-ketentuan pokok kekusanaan Kehakiman, lembaran Negara Nomor 74 tahun 1970;
4.Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, lembaran Negara Nomor 73 1985; 
5.Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, lembaran Negara Nomor 20 tahun 1986;
6.Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Lembaran Negara Nomor 206 tahun 2000.

M E M U T U S K A N :
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 

BAB I 
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan : 
1.Fakta perdamaian adalah dokumen kesepakatan yang merupakan hasil proses mediasi ;
2.Daftar Mediator adalah sebuah dokumen yang memuat nama-nama mediator di lingkungan sebuah pengadilan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan;
3.Hakim adalah hakim tunggal atau majelis hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa dan mengadili perkara;
4.Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya ; 
5.Mediator adalah pihak yang bersidat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa;
6.Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator;
7.Para pihak aalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian;
8.Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ini; 
9.Sengketa publik adalah sengketa-sengketa di bidang lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen, pertahanan dan perburuhan yang melibatkan kepentingan banyak buruh ;
10.Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh mahkamah Agung; 
11.Proses mediasi terbuka untuk umum adalah anggota-angota masyarakat dapat hadir atau mengamati, atau masyarakat dapat mengakses informasi yang muncul dalam proses mediasi.


Pasal 2 
(1).
Semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
(2).
Dalam melaksanakan fungsinya medator wajib menaati kode etika mediator.

BAB II 
Tahap Pra Mediasi 

Pasal 3
(1).
Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak yang berperkara agar lebih dahulu menempuh mediasi. 
(2).
Hakim wajib menunda proses persidangan perkara itu untuk memberikan kesempatan kepada pihak menempuh proses mediasi.
(3).
Hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak tentang prosedur dan biaya mediasi.
(4).
Dalam hal para pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukum, setiap keputusan yang diambl oleh kuasa hukum wajib memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak.

Pasal 6
(1).
Mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.
(2). 
Setiap pengadilan memiliki sekurang-kurangnya dua orang mediator.
3). 
(Setiap pengadilan wajib memiliki daftar mediator beserta riwayat hidup dan pengalaman kerja mediator dan mengevaluasi daftar tersebut setiap tahun.

Pasal 7
Mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan Mahkamah Agung ini.

BAB III
Tahap Mediasi

Pasal 8 
Dalam waktu lama tujuh hari kerja setelah pemilihan atau penunjukkan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan, dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.

Pasal 9 
(1). 
Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk menyelesaikan proses mediasi.
(2). 
Dalam proses mediasi para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya.
(3). 
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
(4). 
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
(5). 
Dengan hasil akhir tercapainya kesepakatan atau ketidaksepakatan, proses mediasi berlangsung paling lama dua puluh dua hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator.

 Pasal 10
(1). 
Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian perbedaan.
(2). 
Semua iaya jasa seorang ahli atau lebih ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

Pasal 11
(1). 
Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. 
(2). 
Kesepakatan wajib memuat klausula pencabuatan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.
(3). 
Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.
(4). 
Para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan telah dicapainya kesepakatan.
(5). 
Hakim dapat mengkuhkan kesepakatan sebagai suatu akta perdamaian. 

Pasal 12 
(1). 
Jika dalam waktu seperti yang ditetapkan dalam pasal 9 ayat (5) mediasi tidak dihasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. 
(2). 
Segera setalah diterima pemberitahuan itu, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku.

Pasal 13
(1). 
Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya.
(2). 
Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan. 
(3). 
Mediator tidak dapat diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.

Pasal 14
(1). 
Proses mediasi pada asasnya tidak bersifat terbuka untuk umum, kecuali para pihak menghendaki lain. 
(2). 
Proses mediasi untuk sengketa publik terbuka untuk umum.
 BAB IV
Tempat dan Biaya 

Pasal 15 
(1). 
Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.
(2). 
Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya.
(3). 
Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
(4). 
Penggunaan mediator hakim tidak dipungut biaya.
(5). 
Biaya mediator bukan hakim ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan kecuali terhadap para pihak yang tidak mampu.

BAB V 
Lain-lain 

Pasal 16
Apabila dipandang perlu, ketentuan-ketentuan dalam peraturan Mahkamah Agung ini, selain dipergunakan dalam lingkungan peradilan umum dapat juga diterapkan untuk lingkungan badan peradilan lainnya. 

BAB VI 
Penutup 

Pasal 17
Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung ini, surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks pasal 130 HIR/154 RBg) dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 18
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di : Jakarta 
Pada Tanggal : 11 September 2002

KETUA MAHKAMAH AGUNG



BAGIR MANAN
 

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home