IndoBanner Exchanges

Sunday, March 18, 2007

 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  24  TAHUN  2003
TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
 
Menimbang
:
a.bahwa  Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
b.bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.bahwa berdasarkan  ketentuan  Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, dan ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi;
d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal III   Aturan   Peralihan   Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang  Mahkamah Konstitusi;
Mengingat 
:
1.Pasal 7A, Pasal 7B,   Pasal 20, Pasal 21,  Pasal 24,   Pasal 24C,  dan  Pasal  25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
 
 Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
 
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI.
 
 
 
BAB  I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai:
a.pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.pembubaran partai  politik;
d.perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e.pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak  lagi    memenuhi    syarat   sebagai   Presiden   dan/atau  Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 
BAB II
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN
 Bagian Pertama
Kedudukan
 
Pasal 2
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
 
Pasal 3
Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
 
Bagian Kedua
Susunan
 
Pasal 4
 
 
(1)
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi  yang ditetapkan  dengan Keputusan Presiden.
 
 
(2)
Susunan Mahkamah Kontitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.
 
 
(3)
Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim  konstitusi untuk masa jabatan selama  3 (tiga) tahun.
 
 
(4)
Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.
 
 
(5)
Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah  Konstitusi.
 
 
 
Pasal 5
 
Hakim konstitusi adalah pejabat negara.
 
Pasal 6
 


(1)
Kedudukan protokoler dan hak keuangan  Ketua, Wakil Ketua, dan anggota hakim konstitusi berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.


(2)
Hakim konstitusi hanya dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis Presiden, kecuali dalam hal:
a.tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
b.berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
 
 
Bagian Ketiga
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
 
Pasal 7
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah  Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan  Kepaniteraan.
 
Pasal 8
Ketentuan mengenai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
 
Pasal 9
Anggaran Mahkamah Konstitusi dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
 
BAB III
KEKUASAAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Bagian Pertama
Wewenang
 
Pasal 10


(1)
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a.menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.memutus pembubaran partai politik; dan
d.memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
 
 
(2)
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah  melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 
 
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b.korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
c.tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d.perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e.tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 
 
Pasal 11
Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi  berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
 
Bagian Kedua
Tanggung Jawab dan Akuntabilitas
 
Pasal 12
Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi,  dan  keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.
 
Pasal 13
 
 
 
(1)
Mahkamah Konstitusi  wajib mengumumkan  laporan berkala kepada masyarakat  secara terbuka mengenai:
a.   permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;
b.   pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya.
 
 
 
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
 
 
 
Pasal 14
Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi.
 
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
HAKIM KONSTITUSI
Bagian Pertama
Pengangkatan
 
Pasal 15
 
Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.   memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b.   adil; dan
c.   negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
 
Pasal 16
 
 
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat:
a.warga negara Indonesia;
b.berpendidikan sarjana hukum;
c.berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat pengangkatan;
d.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e.tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
f.mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
 
 
(2)
Calon hakim konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.
 
 
 
Pasal 17
Hakim  konstitusi dilarang merangkap menjadi:
a.   pejabat negara lainnya;
b.   anggota partai politik;
c.   pengusaha;
d.   advokat; atau
e.   pegawai negeri.
 
Pasal 18
 
 
(1)
Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga)  orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
 
 
(2)
Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.
 
 
 
Pasal 19
Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
 
Pasal 20
 
 
 
(1)
Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
 
 
(2)
Pemilihan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.
 
Pasal 21
 
 
(1)
Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:
 
Sumpah hakim konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
 
Janji hakim konstitusi:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
 
 
(2)
Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Presiden.
 
 
(3)
Sebelum memangku jabatannya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi sebagai berikut:
 
Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
 
Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
 
 
 
Bagian Kedua
Masa Jabatan
 
Pasal 22
Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1(satu)  kali masa jabatan berikutnya.
 
Bagian Ketiga
Pemberhentian
 
Pasal 23
 
 
(1)
Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:
a.meninggal dunia;
b.mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi; 
c.telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
d.telah berakhir masa jabatannya; atau
e.sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
 
 
(2)
Hakim  konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:
a.dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b.melakukan perbuatan tercela;
c.tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
d.melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f.melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau
g.tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
 
 
(3)
Permintaan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
 
 
(4)
Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
 
 
(5)
Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
 
Pasal  24
 
 
(1)
Hakim konstitusi sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, kecuali alasan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a.
 
 
(2)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
 
 
(3)
Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) telah berakhir tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian, yang bersangkutan direhabilitasi dengan Keputusan Presiden.
 
 
(4)
Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
 
 
(5)
Sejak dimintakan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi yang bersangkutan dilarang menangani perkara.
 
Pasal 25
 
 
 
(1)
Apabila terhadap seorang hakim konstitusi ada perintah penahanan, hakim konstitusi yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya.
 
 
(2)
Hakim konstitusi diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana meskipun tidak ditahan.
 
 
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
 
 
(4)
Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana  dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan belum ada putusan pengadilan, terhadap yang bersangkutan diberhentikan sebagai hakim konstitusi.
 
 

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home