IndoBanner Exchanges

Sunday, March 18, 2007

www.bpkp.go.id
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2004
TENTANG
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh, diperlukan
suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil;
b. bahwa untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap
program penjaminan simpanan nasabah bank;
c. bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan nasabah bank tersebut
perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan
program dimaksud;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Simpanan adalah simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan.
2. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan.
3. Lembaga Pengawas Perbankan, yang selanjutnya disebut LPP, adalah Bank Indonesia atau lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank
Indonesia.
4. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Bank Indonesia.
5. Nasabah Penyimpan adalah nasabah penyimpan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Perbankan.
6. Nasabah Debitur adalah nasabah debitur sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Perbankan.
7. Bank Gagal (failing bank} adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan
kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya.
8. Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang
dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan nasabah bank.
www.bpkp.go.id
9. Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, Bank Indonesia, dan
Lembaga Penjamin Simpanan yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu Bank
Gagal yang ditengarai berdampak sistemik.
10. Cadangan Penjaminan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan
yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan.
11. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan yang
digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang
digunakan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan.
12. Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan adalah peraturan yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan Bank Gagal sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
13. Dewan Komisioner adalah organ tertinggi Lembaga Penjamin Simpanan.
14. Keputusan Dewan Komisioner adalah keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan yang memuat aturan intern.
15. RUPS adalah Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.
BAB II
PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disebut
LPS.
(2) LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum.
(3) LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
(4) LPS bertanggungjawab kepada Presiden.
Pasal 3
(1) LPS berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
(2) LPS dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan
Keputusan Dewan Komisioner.
BAB III
FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
Pasal 4
Fungsi LPS adalah:
a. menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan
b. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 5
(1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan
b. melaksanakan penjaminan simpanan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas
sebagai berikut:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan;
b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank
resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
c. melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Pasal 6
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang
sebagai berikut:
a. menetapkan dan memungut premi penjaminan;
b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta;
c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;
d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank,dan laporan
hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank
e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada
huruf d;
f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan
dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu;
www.bpkp.go.id
h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan
i. menjatuhkan sanksi administratif.
(2) LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan kewenangan:
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan
wewenang RUPS;
b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan;
c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat
Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan
d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa
persetujuan kreditur.
Pasal 7
(1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, LPS dapat meminta data, informasi, dan/atau dokumen
kepada pihak lain.
(2) Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib memberikannya kepada LPS.
BAB IV
PENJAMINAN SIMPANAN NASABAH BANK
Bagian Pertama
Kepesertaan
Pasal 8
(1) Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi
peserta Penjaminan.
(2) Kewajiban bank menjadi peserta Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
Badan Kredit Desa.
Pasal 9
Sebagai peserta Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, setiap Bank wajib:
a. menyerahkan dokumen sebagai berikut:
1) salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank;
2) salinan dokumen perizinan bank;
3) surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang dilengkapi dengan data
pendukung;
4) surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank, yang memuat:
i. komitmen dan kesediaan direksi, komisaris, dan pemegang saham bank untuk mematuhi
seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS;
ii. kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian dan/atau perbuatan yang
melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha
bank;
iii. kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak, kepemilikan,
kepengurusan, dan atau kepentingan apabila bank menjadi Bank Gagal dan diputuskan untuk
diselamatkan atau dilikuidasi;
b. membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal sendiri (ekuitas) bank pada
akhir tahun fiskal sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru;
c. membayar premi Penjaminan;
d. menyampaikan laporan secara berkala dalam format yang ditentukan;
e. memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan
Penjaminan; dan
f. menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga
dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.
Bagian Kedua
Simpanan Yang Dijamin
Pasal 10
LPS menjamin Simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Pasal 11
(1) Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai
berikut:
a. terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan;
b. terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun; atau
www.bpkp.go.id
c. jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% (sembilan puluh per
seratus) dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank.
(3) Perubahan besaran nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah
penyimpan pada satu bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan LPS.
Bagian Ketiga
Premi
Pasal 12
(1) Premi Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dibayarkan 2 (dua) kali dalam 1 (satu)
tahun untuk:
a. pembayaran periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan
b. pembayaran periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember.
(2) Premi untuk masing-masing periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan selambatlambatnya
tanggal:
a. 31 Januari untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;dan
b. 31 Juli untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
berdasarkan rata-rata saldo bulanan total Simpanan pada periode sebelumnya.
(3) Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah atau dikurangi sesuai dengan realisasi rata-rata
saldo bulanan total Simpanan pada periode yang bersangkutan.
(4) Penambahan atau pengurangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat
pembayaran premi untuk periode berikutnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran premi ditetapkan dengan Peraturan LPS.
Pasal 13
(1) Premi untuk setiap periode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan sama untuk setiap bank
sebesar 0,1% (satu perseribu) dari rata-rata saldo bulanan total Simpanan dalam setiap periode.
(2) Tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah apabila dipenuhi sekurangkurangnya
satu kriteria berikut:
a. terjadi perubahan nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
b. akumulasi cadangan penjaminan telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua puluh lima
perseribu) dari total Simpanan di setiap bank; atau
c. terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan (exposure) pada industri perbankan.
(3) Perubahan tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Penghitungan premi dilakukan sendiri oleh bank.
(2) LPS dapat melakukan verifikasi atas perhitungan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemeriksaan dokumen,
pemanggilan pejabat bank yang bersangkutan, dan/atau pemeriksaan langsung pada bank.
(4) Pemeriksaan langsung pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh LPP atas
permintaan LPS.
(5) LPP harus menyelesaikan pemeriksaan langsung pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permintaan LPS diterima oleh LPP.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan hasil perhitungan premi yang dilakukan sendiri oleh bank dengan hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bank wajib melakukan penyesuaian jumlah premi yang
dibayar pada saat pembayaran premi periode berikutnya berdasarkan hasil verifikasi LPS.
Pasal 15
(1) Cara penetapan premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat diubah sehingga tingkat
premi menjadi berbeda antara satu bank dan bank yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan bank.
(2) Dalam hal tingkat premi ditetapkan berbeda antara satu bank dan bank yang lain, perbedaan tingkat
premi yang terendah dan yang tertinggi tidak melebihi 0,5% (lima perseribu).
(3) Perubahan cara penetapan premi dan tingkat premi berdasarkan skala risiko kegagalan bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
www.bpkp.go.id
Bagian Keempat
Pembayaran Klaim Penjaminan
Pasal 16
(1) LPS wajib membayar klaim Penjaminan kepada Nasabah renyimpan dari bank yang dicabut izin
usahanya.
(2) LPS berhak memperoleh data Nasabah Penyimpan dan informasi lain yang diperlukan per tanggal
pencabutan izin usaha dari LPP dan/atau bank dalam rangka penghitungan dan pembayaran klaim
Penjaminan.
(3) LPS wajib menentukan Simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi
atas data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak izin usaha bank dicabut.
(4) LPS mulai membayar Simpanan yang layak dibayar selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari
kerja terhitung sejak verifikasi dimulai.
(5) Dalam rangka rekonsiliasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemegang saham,
dewan komisaris, direksi, dan pegawai bank yang dicabut izin usahanya, serta pihak lain yang terkait
dengan bank dimaksud, wajib membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh
LPS.
(6) LPS mengumumkan tanggal dimulainya pengajuan klaim Penjaminan pada sekurang-kurangnya 2
(dua) surat kabar harian yang berperedaran luas.
(7) Jangka waktu pengajuan klaim Penjaminan oleh Nasabah Penyimpan kepada LPS adalah 5 (lima)
tahun sejak izin usaha bank dicabut.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonsiliasi, verifikasi, penetapan kelayakan simpanan, serta tata cara
pengajuan dan pembayaran klaim Penjaminan ditetapkan dengan Peraturan LPS.
Pasal 17
(1) Pembayaran klaim Penjaminan dapat dilakukan secara tunai dan/atau dengan alat pembayaran lain
yang setara dengan itu.
(2) Setiap pembayaran klaim Penjaminan dilakukan dalam mata uang rupiah.
(3) Klaim Penjaminan dari Simpanan dalam mata uang asing dibayarkan dalam bentuk ekuivalen rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia.
(4) Alat pembayaran klaim Penjaminan dan kurs tengah yang digunakan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan LPS.
Pasal 18
Dalam hal Nasabah Penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai kewajiban kepada bank, maka
pembayaran klaim Penjaminan dilakukan setelah kewajiban Nasabah Penyimpan kepada bank terlebih
dahulu diperhitungkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Klaim Penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau
verifikasi:
a. data Simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank;
b. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau
c. Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan pihak yang
menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat diatur dengan Peraturan LPS.
Pasal 20
(1) Dalam hal Nasabah Penyimpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) merasa dirugikan,
maka nasabah dimaksud dapat:
a. mengajukan keberatan kepada LPS yang didukung dengan bukti nyata dan jelas; atau
b. melakukan upaya hukum melalui pengadilan.
(2) Dalam hal LPS menerima keberatan Nasabah Penyimpan atau pengadilan mengabulkan upaya hukum
Nasabah Penyimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS hanya membayar Simpanan nasabah
tersebut sesuai dengan Penjaminan berikut bunga yang wajar.
BAB V
PENYELESAIAN DAN PENANGANAN BANK GAGAL
Bagian Pertama
Pengambilan Keputusan
Pasal 21
(1) LPS menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya
penyehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
(2) LPS melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite
Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS.
www.bpkp.go.id
(3) LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi
menyerahkan penanganannya kepada LPS.
Pasal 22
(1) Penyelesaian atau penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh LPS dengan cara sebagai berikut:
a. penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan
penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud;
b. penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan
yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham
lama.
(2) Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu Bank Gagal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh LPS, dengan sekurang-kurangnya
didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan
Bank Gagal dimaksud.
(3) LPS melakukan perhitungan atas perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan
penyelamatan Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 23
(1) Perkiraan biaya penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) meliputi penambahan
modal sampai bank tersebut memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas.
(2) Perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
memperhitungkan biaya pembayaran Simpanan nasabah yang dijamin, biaya talangan gaji terutang,
talangan pesangon pegawai, dan perkiraan penerimaan LPS dari penjualan aset bank yang dicabut izin
usahanya.
Bagian Kedua
Penyelamatan Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistemik
Pasal 24
(1) LPS menetapkan untuk menyelamatkan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik jika dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan
penyelamatan bank dimaksud;
b. setelah diselamatkan, bank masih menunjukkan prospek usaha yang baik;
c. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:
1) menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS;
2) menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan
3) tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil,
sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
d. bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai:
1) penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
2) data keuangan Nasabah Debitur;
3) struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun terakhir; dan
4) informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban termasuk permodalan bank, yang
dibutuhkan oleh LPS.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyelamatan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan LPS.
Pasal 25
Setelah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dipenuhi, RUPS menyerahkan segala hak dan
wewenangnya kepada LPS.
Pasal 26
Setelah RUPS menyerahkan hak dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, LPS dapat
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset milik atau yang menjadi hakhak
bank dan/atau kewajiban bank;
b. melakukan penyertaan modal sementara;
c. menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan Nasabah Debitur dan/atau kewajiban bank
tanpa persetujuan Nasabah Kreditur;
d. mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain;
e. melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
f. melakukan pengalihan kepemilikan bank; dan
g. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak bank yang mengikat bank
dengan pihak ketiga, yang menurut LPS merugikan bank.
www.bpkp.go.id
Pasal 27
Seluruh biaya penyelamatan bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS
pada bank.
Pasal 28
(1) Dalam hal ekuitas bank bernilai positif pada saat penyerahan kepada LrS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, LPS dan pemegang saham lama membuat perjanjian yang mengatur penggunaan hasil
penjualan saham bank setelah penyelamatan.
(2) Dalam hal ekuitas bank bernilai no1 atau negatif pada saat penyerahan kepada LPS sepagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, pemegang saham lama tidak memiliki hak atas hasil penjualan saham bank
setelah pcnyelamatan.
Pasal 29
(1) Dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diatur mengenai penggunaan hasil
penjualan saham bank yang telah diselamatkan dengan urutan sebagai berikut:
a. pengembalian seluruh biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan oleh LPS;
b. pengembalian kepada pemegang saham lama sebesar ekuitas pada saat penyerahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Apabila setelah penggunaan hasil penjualan saham bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih
ada sisa, maka dibagi secara proporsional kepada LPS dan pemegang saham lama sesuai dengan
perbandingan huruf a dan huruf b pada ayat (1).
Pasal 30
(1) LPS wajib menjual seluruh saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Penjualan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan,
dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS.
(3) Tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebesar
seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS.
(4) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan masing-masing
perpanjangan selama 1 (satu) tahun.
(5) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka LPS
menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam waktu 1 (satu) tahun berikutnya.
Bagian Ketiga
Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistemik
yang Tidak Diselamatkan
Pasal 31
(1) Dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau LPS
memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan, maka LPS meminta pencabutan izin usaha
bank dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) LPS melaksanakan pembayaran klaim Penjaminan kepada Nasabah Penyimpan bank yang dicabut izin
usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam Bab IV Bagian
Keempat.
Bagian Keempat
Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik
dengan Penyetoran Modal oleh Pemegang Saham
Pasal 32
Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan oleh LPS dengan mengikutsertakan
pemegang saham (open bank assistance).
Pasal 33
(1) Penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 hanya dapat dilakukan apabila:
a. pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
perseratus) dari perkiraan biaya penanganan;
b. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:
1) menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS;
2) menyerahkan kepada LPS kepengurusan bank; dan
3) tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal proses penanganan tidak
berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
c. bank menyerahkan kepada LPS, dokumen mengenai:
www.bpkp.go.id
1) penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
2) data keuangan Nasabah Debitur;
3) struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun terakhir; dan
4) informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban, dan permodalan bank, yang
dibutuhkan LPS.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penanganan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan LPS.
Pasal 34
Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33, maka berdasarkan Undang-Undang ini:
a. pemegang saham dan pengurus bank melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hal,
kepemilikan, kepengurusan dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud; dan
b. pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam
hal proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan
tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35
(1) Dalam hal ekuitas bank bernilai positif setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran modal
sementara, LPS dan pemegang saham lama membuat perjanjian yang mengatur penggunaan hasil
penjualan saham bank.
(2) Dalam hal ekuitas bank bernilai nol atau negatif setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran
modal, pemegang saham lama tidak memiliki hak atas hasil penjualan saham bank.
Pasal 36
(1) Dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) diatur mengenai penggunaan hasil
penjualan saham bank dengan urutan sebagai berikut:
a. pengembalian seluruh biaya penanganan yang telah dikeluarkan oleh LPS;
b. pengembalian kepada pemegang saham lama sebesar ekuitas pada posisi sesaat setelah pemegang
saham lama melakukan penyetoran modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a.
(2) Apabila setelah penggunaan hasil penjualan saham bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih
ada sisa, maka dibagi secara proporsional kepada LPS dan pemegang saham lama sesuai dengan
perbandingan huruf a dan huruf b pada ayat (1).
Pasal 37
(1) LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan Bank Gagal setelah pemegang saham lama
melakukan penyetoran modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a.
(2) Biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS
pada bank.
Pasal 38
(1) LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama 3 (tiga) tahun sejak penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a.
(2) Penjualan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan,
dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS.
(3) Tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebesar
seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS.
(4) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun, jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan masing-masing
perpanjangan selama 1 (satu) tahun.
(5) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka LPS
menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
berikutnya.
Bagian Kelima
Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik
Tanpa Penyetoran Modal oleh Pemegang Saham
Pasal 39
Dalam hal penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak dapat dilakukan, LPS
melakukan penanganan Bank Gagal dimaksud tanpa mengikutsertakan pemegang saham.
Pasal 40
Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39, maka berdasarkan Undang-Undang ini:
www.bpkp.go.id
a. LPS mengambil alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau
kepentingan lain pada bank dimaksud;
b. Pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk oleh LPS
dalam hal penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan
tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Setelah LPS mengambil alih segala hak dan wewenang RUPS, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau
kepentingan lain pada bank tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, LPS dapat
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Seluruh biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal
sementara LPS pada bank.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , diatur
dalam Peraturan LPS.
Pasal 42
(1) LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama 3 (tiga) tahun sejak dimulainya
penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
(2) Penjualan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan,
dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS.
(3) Tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebesar
seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS.
(4) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun, jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan masing-masing
perpanjangan selama 1 (satu) tahun.
(5) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka LPS
menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
berikutnya.
(6) Dalam hal ekuitas bank bernilai positif pada saat penyerahan kepada LPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf a, maka dalam rangka penggunaan hasil penjualan saham bank dimaksud berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
(7) Dalam hal ekuitas bank bernilai nol atau negatif pada saat penyerahan kepada LPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, pemegang saham lama tidak memiliki hak atas hasil penjualan
saham bank setelah penanganan.
BAB VI
LIKUIDASI
Bagian Pertama
Likuidasi Bank Gagal oleh LPS
Pasal 43
Dalam rangka melakukan likuidasi Bank Gagal yang dicabut izin usahanya, LPS melakukan tindakan
sebagai berikut:
a. melakukan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan pesangon pegawai
sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
c. melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi
dimulai; dan
d. memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menyatakan status bank
sebagai bank dalam likuidasi, berdasarkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Pasal 44
(1) Anggota tim likuidasi sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang.
(2) Dalam hal diperlukan, salah satu anggota direksi, dewan komisaris, atau pemegang saham lama dapat
ditunjuk sebagai anggota tim likuidasi.
Pasal 45
(1) Keputusan pembubaran badan hukum bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d wajib:
a. didaftarkan dalam daftar perusahaan dan di panitera pengadilan negeri yang meliputi tempat
kedudukan bank yang bersangkutan;
b. diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang
mempunyai peredaran luas; dan
c. diberitahukan kepada instansi yang berwenang.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat pula pernyataan bahwa seluruh
aset bank dalam likuidasi berada dalam tanggung jawab dan pengurusan tim likuidasi.
www.bpkp.go.id
Pasal 46
(1) Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi.
(2) Dengan terbentuknya tim likuidasi, tanggung jawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi
dilaksanakan oleh tim likuidasi.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, tim likuidasi berwenang mewakili bank dalam likuidasi dalam segala
hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank tersebut.
Pasal 47
(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan komisaris bank dalam likuidasi menjadi non aktif.
(2) Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta pegawai dan mantan pegawai bank dalam
likuidasi berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data dan informasi yang
diperlukan oleh tim likuidasi.
(3) Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta pegawai bank dalam likuidasi dilarang secara
langsung atau tidak langsung menghambat proses likuidasi.
Pasal 48
Pelaksanaan likuidasi bank oleh tim likuidasi wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal pembentukan tim likuidasi dan dapat diperpanjang oleh LPS paling banyak 2
(dua) kali masing-masing paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 49
Pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh LPS.
Pasal 50
Dalam hal terdapat sengketa dalam proses likuidasi, maka sengketa dimaksud diselesaikan melalui
pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota tim likuidasi secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama dilarang melakukan tindakan untuk keuntungan diri sendiri atau pihak lain yang tidak
berhak.
(2) Anggota tim likuidasi bertanggung jawab secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 52
(1) Untuk kepentingan aset atau kewajiban bank dalam likuidasi, tim likuidasi dapat meminta pembatalan
kepada pengadilan niaga atas segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya aset
atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum
pencabutan izin usaha.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum bank yang
bersangkutan yang wajib dilakukan berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 53
Likuidasi bank dilakukan dengan cara:
a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban
bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau
b. pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS.
Pasal 54
(1) Pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang;
b. penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai;
c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor;
d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang
harus dibayarkan oleh LPS.
e. pajak yang terutang;
f. bagian Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan Simpanan
dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan
g. hak dari kreditur lainnya.
(2) Segala biaya yang berkaitan dengan likuidasi dan tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi
beban aset bank dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairannya.
(3) Honorarium tim likuidasi yang termasuk salah satu komponen dalam biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan berpedoman pada Peraturan LPS.
(4) Apabila seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masih terdapat sisa hasil likuidasi, maka sisa tersebut diserahkan kepada pemegang saham lama.
www.bpkp.go.id
(5) Apabila seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi dan masih terdapat kewajiban bank
terhadap pihak lain, maka kewajiban tersebut wajib dibayarkan oleh pemegang saham lama yang
terbukti menyebabkan bank menjadi Bank Gagal.
Pasal 55
Setelah selesai menyelesaikan proses likuidasi sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
atau paling lama dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, tim likuidasi menyampaikan
neraca akhir likuidasi dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada LPS.
Pasal 56
Setelah menerima pertanggungjawaban tim likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 LPS:
a. meminta tim likuidasi:
1) mengumumkan berakhirnya likuidasi dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas;
2) memberitahukan kepada instansi yang berwenang agar nama badan hukum bank tersebut dicoret
dari daftar perusahaan; dan
b. membubarkan tim likuidasi.
Pasal 57
Tagihan yang timbul setelah proses likuidasi selesai dapat diajukan terhadap sisa hasil likuidasi yang
menjadi hak pemegang saham.
Pasal 58
Status badan hukum bank yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhirnya likuidasi dalam
Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a angka 1.
Pasal 59
(1) Dalam hal kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dicabut izin usahanya oleh LPP,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. seluruh aset kantor cabang yang bersangkutan terlebih dahulu digunakan untuk pembayaran
seluruh kewajibannya di Indonesia;
b. kantor pusat bank yang bersangkutan bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban kantor
cabangnya di Indonesia.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS membentuk tim penyelesai
yang memiliki hak, kewajiban, dan kewenangan seperti halnya tim likuidasi.
(3) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, LPS bekerja sama
dengan LPP.
(4) Batas waktu penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri paling lambat 2 (dua) tahun sejak terbentuknya tim penyelesai
dan dapat diperpanjang oleh LPS paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 60
Dalam hal menurut LPS, anggota tim likuidasi tidak menjalankan tugas dengan baik dan/atau melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, LPS memberhentikan yang bersangkutan dan
menunjuk penggantinya.
Bagian Kedua
Likuidasi Bank oleh Pemegang Saham
Pasal 61
(1) Likuidasi bank yang dicabut izin usahanya atas permintaan pemegang saham sendiri dilakukan oleh
pemegang saham yang bersangkutan.
(2) LPS tidak membayar klaim Penjaminan Nasabah Penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya atas
permintaan pemegang saham sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VII
ORGANISASI
Bagian Pertama
Organ LPS
Pasal 62
Organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif.
Pasal 63
(1) Dewan Komisioner adalah pimpinan LPS.
(2) Dewan Komisioner merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan dalam
rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
www.bpkp.go.id
(3) Dewan Komisioner dipimpin oleh seorang Ketua Dewan Komisioner.
(4) Tata tertib dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Komisioner ditetapkan dalam
Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 64
(1) Salah satu anggota Dewan Komisioner yang ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif bertugas
melaksanakan kegiatan operasional LPS.
(2) Tugas dan wewenang Kepala Eksekutif ditetapkan dalam Keputusan Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Dewan Komisioner
Pasal 65
(1) Anggota Dewan Komisioner berjumlah 6 (enam) orang, yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon I Departemen Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan;
b. 1 (satu) orang unsur pimpinan LPP yang ditunjuk oleh pimpinan LPP;
c. 1 (satu) orang dari unsur pimpinan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan Bank Indonesia;
d. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari dalam dan/atau dari luar LPS.
(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Presiden atas usul
Menteri Keuangan.
(3) Jumlah calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diusulkan oleh
Menteri Keuangan sebanyak 2 (dua) orang untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang akan
diangkat.
(4) Dalam hal calon yang diusulkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
setiap anggota Dewan Komisioner yang akan diangkat tidak disetujui oleh Presiden, Menteri
Keuangan mengusulkan 2 (dua) calon lain dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak
tanggal penolakan.
Pasal 66
(1) Salah seorang dari anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf
d, ditetapkan oleh Presiden sebagai Ketua Dewan Komisioner.
(2) Salah seorang dari anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d
yang bukan Ketua Dewan Komisioner, ditetapkan oleh Presiden sebagai Kepala eksekutif.
(3) Anggota Dewan Komisioner diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali untuk masa jabatan berikutnya.
(4) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d melakukan tugas
secara penuh waktu dan tidak diperbolehkan menduduki jabatan eksekutif di tempat lain, kecuali
merupakan penugasan sehubungan dengan jabatan yang dipegang atau merupakan bagian dari kegiatan
sosial.
Pasal 67
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisioner harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. mampu melakukan perbuatan hukum;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berusia setinggi-tingginnya 63 tahun;
e. bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik bank baik langsung maupun tidak
langsung;
f. bukan pengurus partai politik;
g. memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, dan/atau hukum;
h. tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan;
i. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus bank/perusahaan yang
menyebabkan bank/perusahaan tersebut pailit atau dilikuidasi; dan
j. tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang perbankan dan jasa keuangan
lainnya berdasarkan pera turan perundang-undangan.
Pasal 68
Sesama anggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat kedua atau
besan.
Pasal 69
(1) Anggota Dewan Komisioner hanya dapat diberhentikan oleh Presiden apabila:
a. berhalangan tetap;
b. masa jabatannya berakhir;
c. mengundurkan diri;
d. tidak hadir dalam rapat Dewan Komisioner sebanyak 4 kali berturut-turut tanpa alasan;
www.bpkp.go.id
e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 6 (enam) bulan
meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;
f. memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan anggota Dewan
Komisioner yang lain, dan tidak ada satupun yang mengundurkan diri; atau
g. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak
lagi menjadi pejabat setingkat eselon I di Departemen Keuangan, anggota unsur pimpinan LPP atau
anggota unsur pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Presiden, berdasarkan usulan dari Menteri Keuangan.
(4) Pemberhentian anggota Dewan Komisioner dan pengusulan anggota yang baru harus dilakukan
sedemikian rupa hingga jumlah anggota Dewan Komisioner sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang.
(5) Dalam hal anggota Dewan Komisioner diberhentikan, anggota Dewan Komisioner penggantinya harus
ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberhentian.
(6) Masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang diangkat untuk menggantikan anggota yang
diberhentikan bukan karena berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
adalah sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang digantikannya.
Pasal 70
(1) Dewan Komisioner berwenang mewakili LPS di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Dewan Komisioner dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Kepala Eksekutif atau anggota Dewan Komisioner lain, dengan atau tanpa hak substitusi.
(3) Ketentuan mengenai pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 71
(1) Dewan Komisioner wajib mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali
dengan agenda yang memuat:
a. menetapkan kebijakan Penjaminan Simpanan Nasabah berdasarkan Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan;
c. mengevaluasi pelaksanaan Penjaminan Simpanan Nasabah dan pelaksanaan peran LPS dalam
mendukung stabilitas sistem perbankan;
d. menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan Kepala Eksekutif; dan/atau
e. hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS.
(2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat-rapat Dewan Komisioner.
(3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan sehingga yang bersangkutan tidak dapat memimpin
rapat, Ketua Dewan Komisioner dapat menunjuk anggota Dewan Komisioner lainnya untuk memimpin
rapat.
(4) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan sehingga yang bersangkutan tidak dapat memimpin
rapat dan tidak dapat menunjuk anggota Dewan Komisioner untuk memimpin rapat, maka anggota
Dewan Komisioner lainnya secara musyawarah untuk mufakat memilih salah satu diantara mereka
untuk memimpin rapat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur dengan
Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 72
(1) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai
mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Kepala Eksekutif
tidak memiliki hak suara.
(4) Keputusan Dewan Komisioner sah apabila berdasarkan rapat Dewan Komisioner.
(5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh
anggota Dewan Komisioner yang memiliki hak suara.
(6) Keputusan Dewan Komisioner mengikat seluruh anggota Dewan Komisioner.
(7) Semua catatan dan data termasuk argumentasi yang dikemukakan oleh anggota Dewan Komisioner
dalam pengambilan keputusan Dewan Komisioner wajib dimuat dalam risalah rapat dan wajib
ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisioner yang hadir.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan Dewan Komisioner diatur dalam
Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 73
Dalam hal anggota Dewan Komisioner mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak
langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan objek yang akan diputuskan, yang
bersangkutan tidak boleh memberikan suara dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2).
www.bpkp.go.id
Pasal 74
(1) Dewan Komisioner menetapkan struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan, serta prosedur
operasional LPS.
(2) Dewan Komisioner membentuk komite audit, komite informasi, dan komite lainnya sesuai dengan
kebutuhan.
(3) Struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan, prosedur operasional LPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 75
(1) Dewan Komisioner dapat mendelegasikan tugas dan/atau wewenang pelaksanaan operasional LPS
kepada pegawai LPS dan/atau pihilk lain yang khusus ditunjuk untuk itu, kecuali wewenang
pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan/atau wewenang yang didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pegawai yang menerima pendelegasian harus melaksanakan sesuai dengan delegasi yang
diberikan.
(3) Ketentuan mengenai pendelegasian tugas dan/atau wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 76
(1) Gaji, tunjangan lainnya, dan fasilitas bagi Ketua dan anggota Dewan Komisioner ditetapkan dengan
Keputusan Dewan Komisioner.
(2) Besarnya gaji dan tunjangan lainnya bagi Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan tunjangan lainnya dari pegawai dengan jabatan
tertinggi.
Bagian Ketiga
Kepala Eksekutif dan Direktur
Pasal 77
(1) Kepala Eksekutif dibantu oleh sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang direktur.
(2) Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner.
(3) Kepala Eksekutif dan direktur sekurang-kurangnya menjalankan fungsi penjaminan, manajemen risiko,
hukum, keuangan, penyelamatan, likuidasi, dan administrasi.
(4) Kepala Eksekutif dapat mendelegasikan tugas dan/atau wewenangnya kepada pejabat dan/atau
pegawai LPS, kecuali wewenang pendelegasian.
(5) Ketentuan mengenai jumlah direktur, persyaratan dan tata cara pengangkatan direktur, serta pembagian
tugas direktur ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
Bagian Keempat
Kepegawaian
Pasal 78
(1) Dewan Komisioner menetapkan sistem kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, program
pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai LPS.
(2) Kepala Eksekutif mengangkat dan memberhentikan pegawai LPS selain direktur.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Dewan
Komisioner.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Eksekutif.
Pasal 79
(1) Dalam hal berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap anggota
Dewan Komisioner atau mantan anggota Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif atau mantan Kepala
Eksekutif, dan/atau pegawai LPS atau mantan pegawai LPS, diwajibkan untuk membayar ganti rugi
kepada pihak lain, maka sepanjang yang bersangkutan melaksanakan tugas, wewenang, dan/atau
fungsi tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, LPS membayar ganti rugi dimaksud.
(2) Biaya penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh LPS.
Pasal 80
Pegawai LPS yang memiliki kepentingan pribadi terhadap suatu bank, baik langsung maupun tidak
langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya, dilarang terlibat
dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan bank dimaksud.
www.bpkp.go.id
BAB VIII
KEKAYAAN, PEMBIAYAAN, DAN PENGELOLAAN
Pasal 81
(1) Modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah) dan
sebesar-besarnya Rp8.000.000.000.000,00 (delapan triliun rupiah).
(2) Kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan.
(3) LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya.
Pasa1 82
(1) Kekayaan LPS berbentuk investasi dan bukan investasi.
(2) Kekayaan yang berbentuk investasi hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan oleh
Pemerintah Indonesia dan/atau Bank Indonesia.
(3) LPS tidak dapat menempatkan investasi pada bank atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk
penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan atau penanganan Bank Gagal.
(4) LPS dapat menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
Pasal 83
(1) Surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun dialokasikan sebagai
berikut:
a. 20% (dua puluh perseratus) untuk cadangan tujuan;
b. 80% (delapan puluh perseratus) diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan.
(2) Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua puluh lima
perseribu) dari total Simpanan pada seluruh bank, bagian surplus sebagaimana diatur pada ayat (1)
huruf b merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surplus dan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 84
(1) Defisit yang terjadi karena pembayaran klaim penjaminan dalam 1 (satu) tahun diperhitungkan sebagai
pengurang cadangan penjaminan.
(2) Dalam hal cadangan penjaminan tidak mencukupi, maka defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperhitungkan sebagai pengurang modal LPS.
Pasal 85
(1) Dalam hal modal LPS kurang dari modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1),
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menutup kekurangan tersebut.
(2) Dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUNAN
Pasal 86
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, Kepala Eksekutif
menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan untuk mendapat persetujuan Dewan
Komisioner.
(2) Bersamaan dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala Eksekutif menyampaikan pula evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan kepada
Dewan Komisioner.
(3) Bentuk dan susunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
BAB X
PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS
Pasal 87
Dewan Komisioner menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang telah disetujui, serta
evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2)
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 88
(1) LPS wajib menyusun laporan tahunan untuk setiap tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan kegiatan kerja dan laporan
keuangan.
www.bpkp.go.id
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
(4) Hasil audit laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya
tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
(5) Bentuk dan susunan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Dewan Komisioner.
Pasal 89
(1) LPS wajib menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
(2) LPS wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit pada sekurang-kurangnya 2 (dua) surat
kabar harian yang memiliki peredaran luas, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
(3) Bentuk dan susunan laporan keuangan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
BAB XI
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
Pasal 90
(1) Dalam menjalankan tugasnya, LPS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negeri
dan luar negeri.
(2) LPS dapat bertindak sebagai anggota dari organisasi atau lembaga internasional mewakili Negara
Republik Indonesia apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau lembaga
internasional tersebut mengharuskan atas nama Negara.
BAB XII
KERAHASIAAN DATA
Pasal 91
(1) Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif, pegawai LPS, atau setiap pihak yang bertugas untuk dan atas
nama LPS wajib merahasiakan semua dokumen, informasi, dan catatan yang diperoleh atau dihasilkan
dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Dewan
Komisioner, Kepala Eksekutif, pegawai LPS, atau setiap pihak yang bertugas untuk dan atas nama
LPS yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PIDANA
Pasal 92
(1) LPS menjatuhkan sanksi administratif pada bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c dan huruf d.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa denda administratif dan/atau bunga.
(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, ditetapkan paling
tinggi 150% (seratus lima puluh perseratus) dari jumlah premi yang seharusnya dibayar untuk
setiap periode termasuk bunga;
b. terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, dikenakan denda
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan penyampaian laporan.
(4) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan
LPS.
Pasal 93
LPS menyampaikan informasi kepada LPP mengenai bank yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 92.
Pasal 94
(1) Direksi, komisaris, dan/atau pemegang saham bank yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f dan/atau menyebabkan bank tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f serta
Pasal 92, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun, serta denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Direksi, komisaris, dan/atau pemegang saham bank yang menyebabkan bank tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
www.bpkp.go.id
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 95
(1) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, pegawai, dan/atau pihak lain yang terkait dengan bank
yang dicabut izin usahanya atau bank dalam likuidasi yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dan/atau Pasal 47 ayat (2) atau ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Anggota pewan Komisioner, Kepala Eksekutif dan pegawai LPS, atau pihak lain yang ditunjuk atau
disetujui oleh LPS untuk melakukan tugas tertentu, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam rasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap orang atau badan yang memberikan data, informasi, dan/atau laporan, yang berkaitan dengan
penjaminan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 7 yang tidak benar, palsu,
dan/atau menyesatkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Setiap orang atau badan yang menolak memberikan kepada LPS data, informasi, dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 96
(1) LPS melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 bagi bank berdasarkan prinsip
syariah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 97
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Bank yang telah memiliki izin usaha dinyatakan
menjadi peserta Penjaminan.
(2) Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a, huruf b, dan huruf c dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak LPS
beroperasi secara efektif.
Pasal 98
Proses likuidasi yang dimulai sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan mengenai likuidasi bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999
tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.
Pasal 99
(1) Selama pengawasan perbankan masih diselenggarakan oleh Bank Indonesia, anggota Dewan
Komisioner yang berasal dari LPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b dirangkap
oleh anggota Dewan Komisioner dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
hurufc.
(2) Selama anggota Dewan Komisioner, dari LPP dirangkap oleh anggota Dewan Komisioner dari Bank
Indonesia, anggota Dewan Komisioner yang berasal dari dalam atau luar LPS berjumlah 4 (empat)
orang.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal l00
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) berlaku sejak 18 (delapan belas) bulan
setelah Undang-Undang ini berlaku efektif.
(2) Dalam jangka waktu 18 (delapan belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku penahapan
nilai Simpanan yang dijamin sebagai berikut:
a. selama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini berlaku efektif, seluruh nilai Simpanan dijamin;
www.bpkp.go.id
b. 6 (enam) bulan berikutnya sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir, nilai
Simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
c. 6 (enam) bulan berikutnya sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b berakhir, nilai
Simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), penahapan nilai Simpanan
yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 101
Untuk pertama kali, anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif diangkat untuk masa jabatan
sebagai berikut:
a. anggota Dewan Komisioner yang merupakan ketua diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
b. Kepala Eksekutif diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun;
c. anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d yang bukan
merupakan ketua diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
Pasal 102
Ketentuan mengenai likuidasi bank dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan
Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank tidak berlaku untuk likuidasi bank yang terjadi setelah
Undang-Undang ini berlaku.
Pasal 103
Undang-Undang ini mulai berlaku efektif 12 (dua belas) bulan setelah diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 22 September 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 96.
www.bpkp.go.id
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2004
TENTANG
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
UMUM
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan eknonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud
sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah
terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998.
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk
memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat
diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan
simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha
bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank
sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan.
Apabila bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha bank dimaksud tidak
dapat dilanjutkan, bank dimaksud menjadi Bank Gagal yang berakibat dicabut izin usahanya. Oleh sebab
itu, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan/atau
pengawasan bank, hurus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Penjaminan seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) berdasarkan Keputusan Presiden di masa lalu,
berhasil mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan pada masa krisis moneter dan
perbankan. Namun, penjaminan yang sangat luas ini juga membebani anggaran negara dan menimbulkan
moral hazard pada pihak pengelola bank dan nasabah bank. Pengelola bank tidak terdorong untuk
melakukan usaha bank secara prudent, sementara nasabah tidak memperhatikan atau mementingkan
kondisi kesehatan bank dalam bertransaksi dengan bank. Selain itu, penerapan penjaminan secara luas ini
yang berdasarkan kepada Keputusan Presiden kurang dapat memberikan kekuatan hukum sehingga
menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang
lebih kuat dalam bentuk Undang-Undang.
Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat
memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang
membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjaminan simpanan nasabah
bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi
yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyakbanyaknya
nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi
peserta dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus
dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu.
Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini
merupakan tindak Ianjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan.
LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam
kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan
Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN). LPS bersama dengan Menteri Keuangan,
Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi.
Tindakan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh Bank
Indonesia dan LPP sesuai peraturan perundang-undangan. Bank Indonesia, melalui mekanisme sistem
pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan fungsinya
sebagai lender of last resort. LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan
menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau
menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai
dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera
dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diserahkan kepada LPS yang
akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank
terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak
terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan LPS yang didasarkan pada
Keputusan Komite Koordinasi.
Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independen, transparan, dan akuntabel dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu, status hukum, governance pengelolaan kekayaan dan
kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, diatur secara jelas
dalam Undang-Undang ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
www.bpkp.go.id
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan independensi bagi LPS mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, LPS tidak bisa dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh pemerintah kecuali atas
hal-hal yang dinyatakan secara jelas di dalam Undang-Undang ini.
Mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam
LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang. Keberadaan para wakil otoritas tersebut
dimaksudkan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan
pada sektor-sektor tersebut. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung
jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun. Sebagai contoh dalam
melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut ijin usahanya, khususnya dalam rangka
penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk
Pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kantor perwakilan dibentuk di luar Ibukota Negara untuk melaksanakan tugas tertentu. Kantor perwakilan
dimaksudkan untuk memudahkan komunikasi dengan bank yang berkantor di luar Ibukota Negara misalnya
dalam rangka penghitungan dan pembayaran premi. Selain itu, kantor perwakilan dapat pula dibentuk
dalam rangka penyelesaian Bank Gagal. Setelah penyelesaian Bank Gagal tersebut selesai, kantor
perwakilan akan ditutup.
Pembukaan kantor perwakilan harus mempertimbangkan manfaat dan biaya pembentukannya.
Ayat (3)
Persyaratan yang akan diatur dalam Keputusan Dewan Komisioner antara lain jangka waktu untuk
menangani permasalahan, kebutuhan untuk melayani nasabah kecil yang berjumlah banyak, dan kebutuhan
tertentu di suatu daerah.
Pasal 4
Huruf a
Penjaminan simpanan nasabah penyimpan meliputi pula penjaminan bentuk yang setara dengan simpanan
bagi bank yang menggunakan prinsip syariah.
Huruf b
LPS berfungsi menciptakan dan memelihara stabi1itas sistem keuangan bersama dengan Menteri
Keuangan, Bank Indonesia, dan LPP, sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan LPP merumuskan kebijakan penyelesaian
Bank Gagal.
Huruf b
LPS merumuskan dan menetapkan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pcnyelesaian
Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik setelah dinyatakan oleh LPP sebagai tidak dapat disehatkan
lagi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.
Yang dimaksud dengan penyelesaian Bank Gagal atau dalam istilah perbankan disebut resolusi bank (bank
resolution) adalah:
1. menyelamatkan Bank Gagal; atau
2. tidak menyelamatkan Bank Gagal.
Huruf c
LPS melaksanakan kebijakan dan merumuskan pelaksanaan penanganan Bank Gagal yang berdampak
sistemik setelah diputuskan oleh Komite Koordinasi.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
www.bpkp.go.id
Data dan laporan dapat diperoleh langsung dari bank atau dari LPP yang isi dan mekanismenya diatur
dalam nota kesepakatan antara LPS dan LPP.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ketentuan ini antara lain adalah akuntan publik, konsultan hukum,
penasehat investasi, lembaga penelitian, perusahaan penilai, dan/atau pejabat lelang.
Yang dimaksud dengan tugas tertentu antara lain adalah melakukan verifikasi, membuat opini hukum,
melakukan penelitian mengenai risiko penjamlnan, atau melakukan likuidasi.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Dengan dilakukannya pengambilalihan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan
wewenang RUPS, LPS dapat melakukan pemberesan aset dan kewajiban dari bank yang dicabut izinnya
oleh LPP. Kewenangan melakukan pemberesan aset dan kewajiban dimaksudkan untuk memaksimalkan
pengembalian (recovery) dana penjaminan.
Di samping itu, dengan kewenangan yang sama LPS dapat melakukan pengelolaan dan pengurusan bank
yang diputuskan untuk diselamatkan.
Huruf b
Dengan ketentuan ini, LPS dapat menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan seperti
halnya sebagai pemilik.
Huruf c
Dalam hal peninjauan ulang, pembatalan, pengakhiran, dan/atau perubahan kontrak oleh LPS tersebut
menimbulkan kerugian bagi suatu pihak, pihak tersebut hanya dapat menuntut penggantian yang tidak
melebihi nilai manfaat yang telah diperoleh dari kontrak dimaksud setelah terlebih dahulu membuktikan
secara nyata dan jelas kerugian yang dialaminya.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ketentuan ini adalah pihak selain bank, dengan tetap
memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Kewajiban untuk mengikuti Penjaminan berlaku pula bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia. Sedangkan kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan perbankan di luar wilayah
Republik Indonesia tidak termasuk dalam Penjaminan.
Ayat (2)
Pengecualian Badan Kredit Desa menjadi peserta penjaminan mengingat operasional Badan Kredit Desa
tidak seperti Bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Huruf a
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Angka 4)
Pemegang saham adalah pemegang saham pengendali sebagaimana dimaksud peraturan perundangundangan
di bidang perbankan.
Huruf b
Kontribusi kepersertaan hanya dibayarkan satu kali pada saat bank akan menjadi peserta penjaminan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Format laporan secara berkala ditetapkan dalam Peraturan LPS.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
www.bpkp.go.id
Penempatan bukti kepesertaan atau salinannya dimaksudkan agar masyarakat dapat membedakan penyedia
jasa keuangan yang produknya dijamin oleh LPS dengan yang tidak dijamin.
Pasal 10
Transfer masuk dan transfer keluar serta inkaso tidak termasuk dalam lingkup yang dijamin karena bukan
termasuk simpanan.
Namun demikian, transfer keluar yang berasal dari simpanan nasabah dan belum keluar dari bank masih
diperlakukan sebagai simpanan. Demikian pula dengan transfer masuk yang sudah diterima bank untuk
kepentingan seorang nasabah diperlakukan sebagai simpanan nasabah dimaksud walaupun bank belum
membukukan ke dalam rekening yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan bentuk lainnya dalam pasal ini adalah bentuk-bentuk simpanan di dalam bank
syariah atau apabila ada bentuk simpanan baru yang dipersamakan dengan simpanan berdasarkan ketentuan
LPP.
Pasal 11
Ayat (1)
Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang
merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam Peraturan LPS antara lain adalah nilai simpanan dan perhitungan
bunganya, serta hak dan kapasitas nasabah.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang diatur dalam Peraturan LPS rneliputi pernbayaran prerni yang dibayar dimuka dan penyesuaiannya
dilakukan pada pembayaran premi berikutnya.
Pembayaran premi dimuka berdasarkan jumlah rata-rata simpanan bulanan dalam 6 (enam) bulan terakhir.
Pasal 13
Cukup jelas
Pagal 14
Cukup jelas
Pagal 15
Ayat (1)
Bank dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok dengan masing-masing kelompok memiliki skala
risiko kegagalan yang relatif sama. Pembedaan tingkat premi dilakukan berdasarkan skala risiko kegagalan
untuk getiap kelompok tersebut.
Ayat (2)
Misalnya tingkat premi untuk kelompok bank dengan skala risiko kegagalan terendah adalah 0,1% (satu
perseribu), maka tingkat premi untuk kelompok bank dengan skala risiko kegagalan tertinggi tidak dapat
ditetapkan melebihi 0,6% (enam perseribu).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Data dan informasi yang diterima LPS untuk menentukan simpanan yang layak dibayar dapat berasal dari
berbagai sumber. Untuk itu perlu dilakukan proses untuk membandingkan, mencocokkan, menentukan,
serta memastikan data dan informasi yang akan digunakan untuk menentukan simpanan yang layak
dibayar. Proses tersebut memerlukan waktu sebelum pembayaran klaim penjaminan dapat mulai dilakukan.
Yang dimaksud dengan simpanan yang layak dibayar adalah Simpanan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (4)
www.bpkp.go.id
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud pihak lain dalam ketentuan ini adalah mantan komisaris, mantan direksi, dan mantan
pegawai bank yang bersangkutan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Apabila Nasabah Penyimpan mengajukan klaim setelah 5 (lima) tahun sejak ijin usaha bank dicabut, maka
hak Nasabah Penyimpan untuk memperoleh pembayaran klaim dari LPS menjadi hilang. Simpanan
Nasabah Penyimpan dimaksud selanjutnya diperlakukan sama dengan Simpanan yang tidak dijamin dan
diselesaikan dalam mekanisme likuidasi.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang akan diatur dalam Peraturan LPS antara lain kurs tengah yang digunakan adalah kurs tengah Bank
Indonesia pada tanggal pencabutan izin usaha bank.
Pasal 18
Perjumpaan utang (set off/kompensasi) hanya dapat dilakukan kepada kewajiban nasabah debitur yang
telahjatuh tempo dan atau gagal bayar (default/macet).
Misal A memiliki simpanan sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan kewajiban sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Simpanan A yang dijamin sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), tetapi yang dapat dibayarkan kepadanya adalah Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) - Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)= Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Nasabah Penyimpan yang merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar misalnya nasabah yang
memperoleh hasil bunga jauh di atas tingkat pasar.
Huruf c
Nasabah Penyimpan yang merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat misalnya
penerima kredit yang kreditnya macet.
Ayat (2)
Hal-hal yang akan diatur antara lain kriteria mengenai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan
pihak-pihak yang menyebabkan keadaan Bank menjadi tidak sehat.
Pasal 20
Ayat (1)
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, pengajuan keberatan atau upaya hukum dapat
dilakukan oleh ahli warisnya.
Ayat (2)
Pembayaran bunga yang wajar dimaksudkan untuk mengganti kerugian akibat hilangnya kesempatan
berinvestasi dan LPS tidak membayar ganti rugi yang lain.
Tingkat bunga yang wajar adalah tingkat bunga yang pada umumnya berlaku atas simpanan.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Komite Koordinasi adalah komite yang akan dibentuk berdasarkan Undang-Undang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
www.bpkp.go.id
Dalam hal LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan likuiditas atau modal dan cadangan penjaminan
tidak cukup untuk membiayai penanganan Bank Gagal, Komite Koordinasi memutuskan bentuk bantuan
dana bagi LPS termasuk tambahan modal.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Talangan pesangon pegawai besarnya adalah sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Bank Gagal dan pengurus serta
pemegang saham agar LPS dapat melakukan penyelamatan.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan RUPS adalah RUPS tahunan dan RUPS lainnya, termasuk RUPS Luar Biasa
(RUPSLB).
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan LPS antara lain meliputi:
a. batasan tingkat kesehatan dan kinerja bank;
b. perbandingan antara perkiraan biaya penyelamatan bank dengan perkiraan biaya tidak menyelamatkan;
c. kriteria mengenai prospek usaha bank;
d. rincian dokumen misalnya jenis dan jumlah penggunaan fasilitas Bank Indonesia, agunan yang
diserahkan ke Bank Indonesia dan lain-lain.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Ekuitas adalah nilai aset setelah dikurangi kewajiban.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
LPS tidalk melanjutkan penyelamatan apabila dalam proses penyelamatan LPS menemukan biaya
penyelamatan jauh lebih besar dari perkiraan biaya penyelamatan pada saat keputusan penyelamatan
ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan perkiraan biaya penanganan pada ayat ini adalah jumlah perkiraan biaya untuk
menambah modal setor bank yang bersangkutan sampai bank tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku
mengenai tingkat kesehatan bank.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Huruf a
Cukup jelas
www.bpkp.go.id
Huruf b
Pelaksanaan ketentuan ini dituangkan dalam akta notaris.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Huruf a
LPS mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan
wewenang RUPS dalam rangka proses likuidasi. Namun, tanggung jawab pemegang saham dalam
pemenuhan kewajiban bank sesudah likuidasi tidak beralih kepada LPS.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Anggota direksi, dewan komisaris atau pemegang saham dapat ditunjuk sebagai anggota tim likuidasi
apabila memiliki informasi yang diperlukan untuk penyelesaian proses likuidasi, yang bersangkutan
kooperatif dan tidak mempunyai benturan kepentingan.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengalihan aset dan kewajiban bank adalah pengalihan atau penjualan aset dan
kewajiban bank yang secara paket.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Tagihan seperti ini dapat timbul apabila di kemudian hari ada kreditur yang tidak tercatat nama dan
alamatnya pada saat pemanggilan, tetapi dapat membuktikan haknya melalui proses pengadilan.
Pasal 58
www.bpkp.go.id
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah kantor cabang bank yang didirikan
berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bank yang dicabut izin usahanya atas permintaan pemegang saham sendiri meliputi
pula kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang ditutup karena kantor pusatnya
dicabut izin usahanya oleh pengawas perbankan di negara yang bersangkutan dan karena permintaan
pemegang saham sendiri kantor pusatnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Huruf a
Merupakan pejabat ex-officio.
Huruf b
Merupakan pejabat ex-officio.
Huruf c
Merupakan pejabat ex-officio.
Huruf d
Anggota yang berasal dari luar LPS sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam rangka pengusulan calon anggota dimaksud, Menteri Keuangan mempertimbangkan masukan dari
berbagai pihak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Yang termasuk hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua adalah:
1. hubungan keluarga karena perkawinan adalah hubungan seseorang dengan:
a. suami atau isteri;
b. orang tua dari suami atau isteri (derajat satu vertikal);
c. suami atau isteri dari anak (derajat satu vertikal);
d. kakek dan nenek dari suami atau isteri (derajat dua vertikal);
e. suami atau isteri dari cucu (derajat dua vertikal);
f. saudara dari suami atau isteri beserta suami atau isterinya dari saudara yang bersangkutan (derajat
dua horizontal);
g. suami atau isteri dari saudara kandung atau tiri orang yang bersangkutan (derajat dua horizontal).
2. hubungan keluarga karena keturunan adalah hubungan seseorang dengan:
a. orang tua dan anak (derajat satu vertikal);
b. kakek dan nenek serta cucu (derajat dua vertikal) ;
c. saudara kandung atau tiri dari orang yang bersangkutan (derajat dua horizontal).
Pasal 69
Ayat (1)
Huruf a
www.bpkp.go.id
Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, kehilangan kewarganegaraan Indonesia,
atau mengalami cacat fisik dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Alasan yang sah antara lain didasarkan pada surat keterangan dokter atau surat keterangan dari instansi
yang berwenang.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukupjelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Rapat Dewan Komisioner meliputi rapat berkala dan rapat sewaktu-waktu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Yang dimaksud dengan benturan kepentingan yaitu benturan yang timbul ketika kepentingan seseorang
memungkinkan orang lain melakukan tindakan yang bertentangan dengan pihak tertentu, yang
kepentingannya seharusnya dipenuhi oleh orang lain tersebut. Benturan kepentingan mencakup benturan
kepentingan yang sudah terjadi atau yang berpotensi akan terjadi.
Jenis benturan kepentingan adalah sebagai berikut:
a. benturan kepentingan yang bersifat personal yaitu benturan kepentingan yang timpul ketika pihak
tertentu yang diwajibkan untuk bertindak atas kepentingan pihak lain berbenturan dengan kepentingan
pihak lain tersebut;
b. benturan kepentingan yang bersifat impersonal yaitu benturan kepentingan yang timbul ketika suatu
pihak diwajibkan untuk bertindak atas kepentingan dua pihak yang berbeda yang kepentingannya
berbenturan; dan
c. benturan kepentingan individual (berdasarkan kepentingan organisatoris) adalah benturan kepentingan
ketika pihak tertentu atas organisasi tertentu melakukan tindakan untuk memenuhi kepentingan
organisasi lain yang keduanya mempunyai benturan kepentingan.
Syarat ini dimaksudkan untuk mengurangi potensi benturan kepentingan dan untuk mewujudkan tata kelola
(governance) yang baik dalam LPS.
Benturan kepentingan pribadi tidak termasuk kepentingan yang diperoleh sebagai nasabah penyimpan bank
dan investor pasar modal.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tugas komite audit adalah melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif dan Direktur dalam rangka pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisioner.
Tugas komite informasi adalah memberikan data, informasi, laporan, analisis terhadap data dan
permasalahan sebagai masukan kepada Dewan Komisioner.
www.bpkp.go.id
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hal-hal yang diatur dalam Keputusan Dewan Komisioner antara lain meliputi:
a. jenis-jenis tugas dan wewenang yang didelegasikan;
b. pelaksanaan pendelegasian, termasuk sanksi pelanggaran atas pelaksanaan pendelegasian.
Pasal 76
Ayat (1)
Keputusan Dewan Komisioner mengatur pula program pensiun dan tunjangan hari tua.
Ayat (2)
Pegawai dengan jabatan tertinggi adalah Direktur.
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Sistem penggajian yang diberlakukan mempertimbangkan sistem yang berlaku pada industri atau pengawas
perbankan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan biaya penyelesaian perkara adalah biaya bantuan hukum kepada anggota Dewan
Komisioner atau mantan anggota Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif atau mantan Kepala Eksekutif, dan
atau pegawai LPS atau mantan pegawai LPS tersebut dalam perkara tuntutan ganti rugi dimaksud, termasuk
biaya perkara yang diputuskan oleh pengadilan atas perkara tersebut.
Pasal 80
Yang dimaksud dengan benturan kepentingan dan kepentingan pribadi adalah sebagaimana dimaksud
dalam penjelasan pasal 73.
Pasal 81
Ayat (1)
Modal LPS berasal dari aset negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam bentuk saham.
Jumlah modal awal pada saat pendirian LPS ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyertaan modal sementara pada perusahaan lainnya semata-mata apabila diperlukan hanya untuk
menampung dan mengelola sementara aset yang bermasalah dari bank yang diselamatkan.
Penyertaan modal sementara dimaksud paling lama 2 (dua) tahun.
Ayat (4)
Bentuk kekayaan bukan investasi antara lain giro, gedung kantor, dan perlengkapannya.
Pasal 83
Ayat (1)
Surplus merupakan selisih lebih antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual
sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 84
www.bpkp.go.id
Ayat (1)
Defisit merupakan selisih kurang antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual
sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Pendapatan LPS terutama berasal dari penerimaan premi dan hasil investasi. Beban LPS terutama
digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Kerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negeri dilakukan LPS antara lain dengan instansi
pemerintah yang berwenang atau pihak lain yang diperlukan guna memperoleh keterangan dari pihak yang
terlibat atau patut diduga terlibat atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Peraturan LPS antara lain mengatur mengenai:
a. besar denda administratif yang dikenakan akibat premi kurang bayar;
b. besar denda administratif yang dikenakan akibat premi terlambat dibayar;
c. besar denda administratif akibat keterlambatan penyampaian atau ketidaklengkapan laporan; dan
d. tata cara pembayaran denda.
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peserta penjaminan tidak termasuk Badan Kredit Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4420.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home